Minggu, 03 Oktober 2010

jalur pedestrian di pusat kota STUTTGART


REFLEKSI DINAMIKA KEHIDUPAN DI JALUR PEDESTRIAN STUTTGART
(Edited Version telah dimuat di Harian Umum Suara Merdeka - edisi Minggu tgl 3 Oktober 2010, hal 31)
Oleh: Gagoek Hardiman

Sebagaimana umumnya tipologi kota2 di Jerman, lokasi “Hauptbahnhof” atau stasiun kereta api utama hampir selalu terletak di pusat kota, langsung dihubungkan dengan jalur pejalan kaki. Kenyataan tersebut sangat menguntungkan bagi turis yang memanfaatkan moda angkutan kereta api sebagai sarana transportasi antar kota bahkan antar negara di Eropa.





Dengan menggunakan KA super cepat ICE (InterCity Express) kecepatan rata2 300 km/jam, kita dapat melaksanakan aktivitas jalan-jalan di beberapa ibu kota negara bagian yang berbeda sekaligus dalam satu hari. Misal pagi jalan-jalan di jalur pejalan kaki pusat kota Koeln, siang di Stuttgart dan sore di Muenchen.
Stuttgart sebagai ibu kota dari negara bagian (Bundesstatt) Baden-Wuerttemberg, merupakan salah satu kota besar di Jerman. Obyek andalan yang menarik wisatawan antara lain berbagai museum, bekas istana kerajaan dan aktivitas pusat kota yang terletak jalur pedestrian “Koenigsstrasse” yang artinya jalan Raja, jalur tersebut berada tepat di depan stasiun Kereta api pusat kota Stuttgart sehingga sangat mudah untuk dicapai bagi pengunjung dari luar kota.
Hal yang unik dari Koenigsstrasse adalah perpaduan antara jalur pejalan kaki dengan beberapa museum, bangunan kuno, taman, plaza serta fasilitas perbelanjaan. Hampir semua orang yang datang ke Stuttgart dengan berbagai keperluan pasti menyempatkan diri menikmati suasana Koenigsstrasse untuk keperluan rekreasi, belanja atau sekedar jalan2. Citra lingkungan koenigsstrasse dan sekitarnya sejak pertama kali penulis mengunjungi jalur pejalan kaki tersebut pada th 1986, dan beberapa kali pengamatan sampai saat kunjungan terakhir di tahun 2010, tidak banyak mengalami perobahan, seolah- olah jarum jam berhenti berjalan. Yang beda hanya beberapa wajah pertokoan, sedang bangunan kuno yang mendominir kawasan tersebut nyaris tidak berubah tampak luarnya, perubahan pada umumnya pada bagian interior karena perubahan fungsi bangunan. Kondisi jalur pedestrian juga masih terasa sama, kecuali beberapa “street furniture” mengalami perobahan misal; Toilet baru yang berbentuk tabung artistik tampil di tengah jalur pejalan kaki, dengan memasukkan uang logam 2 euro atau sekitar Rp.22.000, pintu akan terbuka sendiri untuk sekali pakai. Namun secara menyeluruh “jiwa atau Ruh” Koenigsstrasse masih nampak abadi dari tahun ke tahun, atau dapat dikatakan tidak lekang dimakan Zaman.


ATRAKSI INFORMAL
Unsur-unsur sektor informal atau di Indonesia disebut “kaki lima“ menambah daya tarik jalur pejalan kaki Koenigsstrasse sehingga suasana menjadi semarak dan hidup. Aktivitas informal tersebut menjadikan sepanjang jalur pejalan kaki Koenigsstrasse seolah sebagai panggung pertunjukan yang merefleksikan dinamika kehidupan. Atraksi yang terdapat di sepanjang jalan tersebut antara lain pelukis di pinggir jalan, musik, tukang sulap, pantomim, akrobat dan sebagainya. Semua kegiatan tersebut tidak menetap, hampir tiap hari berganti sehingga tidak membosankan.
Pada saat tertentu Lembaga masyarakat misal buruh pekerja yang di jerman disebut “Arbeiter” nampak berkumpul di jalur pedestrian meneriakkan yel-yel menggunakan pengeras suara, membentangkan poster dan spanduk melakukan unjuk rasa. Mereka menuntut kenaikan gaji dan jam kerja yang lebih pendek, atau menuntut peningkatan jaminan sosial dan kesejahteraan.
Jalur pedestrian Koenigsstrasse dimanfatkan pula untuk menggelar kegiatan khusus, misal peringatan hari jadi kota Stuttgart, hari Natal, tahun baru dsb. Dalam rangka pelaksanaan kegiatan khusus tersebut, jalan dipenuhi lapak- lapak non permanen yang menjual berbagai makanan, minuman, produk industri kerajinan, bagaikan “DUGDERAN” di Semarang. Di antara pohon-pohon dipasang berbagai asesoris lampu warna warni dengan berbagai motif sehingga nampak gemerlap dan semarak di waktu malam.
Mengingat beragamnya aktivitas yang dapat digelar di jalur pedestrian, sebagai tindakan prefentiv untuk menghindari hal- hal yang tidak diinginkan, misal suporter sepak bola yang melakukan randalisme, penjualan narkoba, orang mabuk yang memecahi botol minuman keras dsb. Secara periodik nampak beberapa polisi pria dan wanita melaksanakan patroli dengan berjalan kaki atau naik kuda. Keberadaan patroli polisi berkuda yang nampak atraktiv ini justru menjadi daya tarik khusus bagi turis dari luar jerman.

PENGEMIS & GELANDANGAN
Sebagai salah satu negara industri yang sukses di dunia. Secara logika di Jerman tidak akan ada pengemis dan gelandangan. Teoritis benar karena semua warga negara Jerman asli maupun keturunan yang secara ekonomi tidak mampu atau tidak bekerja, karena sakit berat, cacat, akan disantuni secara rutin oleh kantor sosial. Bantuan tersebut dinamakan “Sozialgeld” atau uang bantuan sosial. Bahkan untuk gelandangan atau “obdachlos” disediakan tempat bernaung. Namun faktanya, di tepi jalur pejalan kaki di pusat kota sering terlihat beberapa pengemis atau gelandangan. Meski mereka ditampung dan disantuni oleh pemerintah, tetapi mental gelandangannya sudah mendarah daging tidak mau bekerja secara normal. Hanya saja pengemis dan gelandangan di Stuttgart berpenampilan keren pakai jas kadang-kadang ditemani anjing herder, sambil membawa beberapa botol minuman keras bermerek. Duduk di emperan toko sambil meletakkan topi yang terbuka. Di dalam topi tersebut nampak bertumpuk uang logam, sedekah dari pejalan kaki yang lewat. Pemandangan tersebut memang nampak aneh, orang Jerman kok jadi pengemis. Aneh tetapi nyata, bak pepatah tiada gading yang tak retak. Sehebat hebatnya bangsa jerman ternyata ada juga yang jadi pengemis dan gelandangan walau jumlahnya sangat sedikit.
MELIHAT DAN DILIHAT
Jalur pejalan kaki benar-benar mirip panggung pertunjukan dinamika kehidupan manusia. Ada yang berjalan kaki sambil melihat- lihat berbagai atraksi, ada pula yang datang agar “dilihat”. Sesekali kita jumpai sekerumunan anak- anak muda dengan pakaian “Punk Rock”, rambut tegak warna warni, celana jean compang camping, asoseris rantai logam, badan penuh tato, ataupun sekelompok remaja yang mengenakan pakaian warna warni ala Harajuku Jepang. Kadang2 sekelompok group pecinta sepeda motor terlihat mejeng bersama di jalur pejalan kaki, sepedamotor gedenya diparkir berjajar di tepi jalan. Suporter sepak bola dengan atribut klub pujaannya juga selalu bergerobol di jalur pejalan kaki menjelang dan sesudah pertandingan sepakbola yang merupakan olahraga tervaforit di Jerman. Mereka nampang dengan bangga, menunjukkan eksistensinya.

TAMAN KOTA dan PLAZA
Sebagai jalur pejalan kaki, Koenigsstrasse berhubungan dengan taman-taman kota yang indah dan asri, hingga di samping menikmati atraksi sepanjang kiri dan kanan jalan, aktivitas jalan- jalan bisa diselingi dengan menikmati taman yang sangat indah, terutama dalam musim semi dan panas. Pada musim rontok dan musim dingin taman-taman tersebut nampak lengang. Namun bagi pengunjung dari negara tropis taman- taman yang diselimuti salju justru menjadi atraksi yang sangat menarik terutama untuk mengambil foto diri sebagai kenang- kenanganan dengan latar belakang taman yang diselimuti salju dan air kolam yang membeku.
Pusat aktivitas di Koenigsstrasse adalah Plaza terluas di Stuttgart terletak di depan bekas istana kerajaan, disebut Schlossplatz atau plaza Kerajaan dibangun antara tahun 1746 and 1807 dilengkapi dengan taman, tugu, patung dan air mancur yang sangat menarik dan megah sebagai tetengar kota Stuttgart. Sekitar 50 meter dari Koenigsstrasse juga terdapat plaza yang disebut Karlsplatz Pada tiap hari sabtu plaza ini dipenuhi lapak atau tenda yang menjual barang antik, buku antik , pakaian bekas, mainan bekas, piringan hitam, cassete lagu-lagu lama dan sebagainya dengan harga murah, maka kita tidak heran kalau selalu dipadati oleh pengunjung. Tempat transaksi tersebut dinamakan “Flohmarkt - Troedelmarkt” dalam bahasa Indonesia artinya pasar loak. Keberadaan pasar loak tersebut sangat membantu bagi mahasiswa asing termasuk beberapa mahasiswa dari Indonesia yang kondisi keuangannya terbatas. Karena berbagai barang antara lain pakaian dingin, jaket, jas, pulover berbagi model dapat dibeli dengan harga murah. Tentu saja melalui tawar menawar yang ulet persis seperti transaksi pasar loak di Indonesia. Hanya saja pada umumnya para penjual tidak menguasai bahasa Inggris, hingga bagi pembeli yang tidak bisa menawar dalam bahasa Jerman dapat menggunakan bahasa isyarat atau bahasa Tarzan.


MUSEUM
Beberapa Museum terkenal di kota Stuttgart terletak di sekitar jalur pejalan kaki Koenigsstrasse. Pada umumnya museum tersebut memanfaatkan bangunan kuno dengan arsitektur antik yang menarik. Antara lain museum yang memamerkan peninggalan benda2 kerajaan Stuttgart, museum seni, museum antropologi, museum biologi dsb. Terdapat pula “Kunstmuseum” atau museum seni Stuttgart yang diresmikan tahun 2005 dengan langgam arsitektur modern menggunakan kaca pada seluruh dinding dan atapnya, bangunan tersebut nampak sangat transparant, apabila malam hari sangat menakjubkan karena nampak bagaikan kotak kaca yang indah dengan cahaya warna warni di dalamnya. Mengunjungi museum bagi pejalan kaki merupakan selingan yang sangat sesuai, karena di dalam museum pengunjung tetap dapat berjalan keliling mengamati obyek sehingga aktifitas jalan-jalan di jalur pejalan kaki menjadi lebih berfariasi.

WISATA KULINER
Tentu saja aktivitas jalan-jalan selalu terkait dengan makan dan minum. Di sepanjang jalan dengan sangat mudah dijumpai berbagai macam makanan dan minuman khas Jerman maupun eksotis.
Masyarakat Jerman merupakan pelahap sosis nomor wahid di dunia. Hal tersebut terbukti dengan berbagai ragam sosis yang ditawarkan di sepanjang jalan Koenigsstrasse, antara lain sosis sapi, ungas, babi ada pula sosis yang berisi darah atau disebut “Blutwurst” bahkan ada yang dibuat dari daging kuda atau “Pferdewurst”. Sosis daging kuda menurut penulis rasanya sangat lezat. Cara penyajiannyapun bermacam- macam antara lain dengan alat pemanggangan yang diameternya hampir 2 meter. Loyang pemanggang digantung diatas api sekaligus berpuluh puluh sosis dipanggang diatasnya.

Mengingat etnis keturunan Turki terdapat hampir merata di seluruh Jerman, tidak heran kita akan dengan mudah menemukan rumah makan Turki yang menjual berbagai masakan Turki atau khusus menjual Kebab. Bahkan Kebab merupakan salah satu makanan eksotis favorit bagi warga Jerman disamping spageti dan piza Itali. Terbuat dari daging kambing yang secara berlapis disusun setinggi hampir satu meter dengan diameter sampai 40 cm, berputar diatas alat pemanggang. Disamping kebab disediakan pula “Tuerkischer Joghurt” atau susu fermentasi khas Turki. Cara menghidangkan kebab, irisan daging pada umumnya diletakkan di dalam roti khas Turki. Atau digulung dengan adonan pipih. Dinikmati dengan saos bawang putih bagi yang tidak suka dapat menggunakan saos tomat, satu kebab harganya 4 euro setara dengan Rp. 45.000.
Adapula makanan eksotis dari Eropa Timur disebut Schasilk. Bentuknya seperti sate dengan potongan daging yang besar-besar, diantara tusukan daging sapi diselingi bawang bombai dan paprika. Karena ukuran Schasilk yang extra besar, maka satu porsi hanya terdiri dari 1 tusuk saja dapat dinikmati bersama kentang goreng atau roti dengan saus pedas, lengkap dengan segelas soft drink kita cukup membayar 10 euro setara dengan Rp.110.000,-. Lebih kurang sama dengan harga sekali makan dengan segelas minuman di kantin mahasiswa universitas Stuttgart.
Daging segar, sayur mayur dan buah-buahan segar dijual pula tiap hari sabtu dengan lapak-lapak bongkar pasang di salah satu plaza di sekitar jalur pejalan kaki. Yang cukup mengherankan, disini penulis menjumpai pula berbagai buah tropis yang justri di Indonesia sulit didapat, antara lain buah Kesemek “Diospyros kaki” seperti yang sering dijual oleh penjaja buah dingin dalam gerobak dorong di Semarang namun ukurannya jauh lebih besar. Ada lagi buah yang di Indonesia kemungkinan tidak dijual bahkan tidak lazim dimakan yakni buah Ciplukan “Physalis minina” seperti tomat mini warna kuning yang terselubung oleh kelopak warna coklat transparant. Panorama lapak kaki lima penjual sayur dan buah segar ini juga menambah daya tarik jalur pejalan kaki.
Makanan khas jerman yang lain adalah Bretzel, berupa roti dari tepung gandum ditaburi garam rasanya gurih. Tempat berjualan Bretzel dapat dijumpai dibeberapa tempat di jalur pedestrian pada semua kota di Jerman. Tempat penjualannya seperti kios rokok di Indonesia. Tentu saja Bretzel juga tersedia di semua toko roti. Harganya untuk ukuran Jerman sangat murah yakni 1 euro tanpa mertega dan 1,5 euro dengan olesan mertega setara dengan Rp. 11.000 dan Rp. 16.500, namun rasaya enak dan mengenyangkan.
Untuk menikmati kuliner di Stuttgart akan lebih terasa lezatnya kalau kita dalam keadan lapar, seperti kata orang Jerman: “Hunger ist der besten Koch” yang artinya: Lapar adalah juru masak terbaik.

3 komentar:

Unknown mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Unknown mengatakan...

waooooo....asyikkk bangetttt !!!

Unknown mengatakan...

I hope I could be the next of Mrs.herry's brother to around the Europe for studying while travelling :D Aminn ya Allah...