Sabtu, 11 Oktober 2008

PADANG "Takana Jo Kampuang"


MENITI JEMBATAN SITI NURBAYA DAN MENYUSURI KOTA PADANG

("edited version" telah dimuat di harian umum Suara Merdeka edisi Minggu tgl 12 Oktober 2008 hal 31).
Oleh:Gagoek Hardiman
Apabila mendengar sebutan “kota Padang” yang terletak di daerah Minangkabau maka akan terbayang di benak kita tentang masakan Padang, atap khas melengkung dengan ujung runcing seperti tanduk kerbau yang disebut gonjong-gonjong, legenda Malin Kundang, Siti Nurbaya dan khususnya bagi generasi tua akan teringat pada lagu Teluk Bayur yang dibawakan oleh Erni Johan pada tahun 60an dsb.






Bayangan tersebut sangat sesuai dengan kenyataannya. Karena kekhasan daerah tersebut dapat dengan mudah kita jumpai di kota Padang.
Lokasi geografis kota Padang sangat menarik karena merupakan daerah subur yang diapit oleh Selat Metawai dan pegunungan Seribu. Sehingga kita dapat menikmati keharmonisan perpaduan antara kekayaan budaya dan pesona alam yang indah sekali atau dalam bahasa daerah setempat disebut “rancak bana”, membuat kita selalu “takana jo koto Padang” atau terkenang pada kota Padang.

Sungai Batang Arau dan Jembatan Siti Nurbaya.
Berdasarkan sejarah, kota Padang awalnya adalah permukiman nelayan di beberapa muara Sungai antara lain Batang Arau, Batang Kuranji, batang Muaro Panjalin dan Batang Anai. Sejak penguasa kerajaan Pagaruyuang dalam perjanjian Painan tahun 1667 mengijinkan VOC memonopoli perdagangan dan mendirikan Benteng di tepii sungai Batang Arau, maka mulailah sejarah perkembangan kota Padang. Pada awalnya tumbuh pusat aktivitas di sekitar benteng VOC dan pasar pribumi (Pasar Gadang) sebagai embrio kota Padang, pada tahun 1781 benteng VOC dibongkar oleh Inggris.
Saat ini di sekitar bekas benteng VOC di tepi sungai Batang Arau merupakan pusat kota lama dalam bahasa setempat disebut “koto tuo” dengan bangunan bangunan berarsitektur kolonial. Pada kota lama terdapat pula daerah Pecinan yang disebut Kampung Cina dengan arsitektur bangunan khas Cina berupa deretan rumah toko tradisional serta tempat pemujaan agama, antara lain klenteng Sin Hin Kiong.
Perpaduan antara sungai Batang Arau dan Bangunan kuno sebagai artefak budaya, dapat kita nikmati dari atas jembatan Siti Nurbaya yang melayang melintasi sungai Batang Arau. Jembatan Siti Nurbaya merupakan landmark atau tetengar kota Padang. Pada zaman dahulu sepanjang sisi utara sungai Batang Arau terdapat jalan kereta api namun setelah revitalisasi sungai Batang Arau maka lahan bekas rel kereta api telah berubah menjadi taman dan lahan terbuka di tepi sungai.
Di sungai Batang Arau terdapat dermaga wisata bahari, dari dermaga ini banyak turis mancanegara menggunakan perahu boat dengan jarak tempuh sekitar 25 s/d 40 menit menuju Obyek wisata “Sekuai Island Resort” berupa pulau seluas 40 Ha, yang dikelilingi pasir putih. Keindahan obyek wisata bertaraf internasional tersebut dapat kita bayangkan dari slogannya: “the dream became reality”.
Atap gonjong-gonjong
Apabila di pulau Jawa kita hanya menjumpai atap melengkung dengan ujung runcing yang disebut Gonjong Gonjong, hanya pada sebagaian atap teras rumah makan Padang. Maka di kota Padang akan banyak dijumpai bangunan perkantoran dengan atap khas tersebut. Apabila menyaksikan berbagai bangunan beratap gonjong-gonjong atau bangunan bagonjong kita benar benar merasa berada di daerah Minangkabau. Penerapan atap yang merupakan ciri khas arsitektur tradisional Minangkabau merupakan kebijakan yang tepat untuk melestarikan nilai budaya lokal hingga karakter daerah sebagai salah satu unsur yang membentuk keragaman budaya arsitektur Nusantara dapat terwujud. Bangunan perkantoran yang menggunakan atap gonjong gonjong pertama kali di kota Padang adalah kantor Gubernur Sumbar, pada awalnya dibangun pada zaman belanda tanpa atap gonjong gonjong namun pada tahun 1959 Gubernur Sumbar saat itu Kaharroedin Dt Rangkayo Basa memerintahkan perubahan atap kantor gubernur menjadi atap khas Minangkabau. Selanjutnya pada th 1970an gubernur Azwar Anas menghimbau agar bangunan perkantoran di kota Padang dibangun dengan atap Gonjong gonjong. Hingga apabila kita berjalan jalan di kota Padang terutama sepanjang jalan Sudirman dan Jalan Bagindo Azis Chan akan banyak menjumpai bangunan dengan atap khas Minangkabau. Bangunan ”bagonjong” yang dapat dikategorikan dalan arsitektur Neo Vernakular, antara lain: Kantor DPRD Tk I Sumbar, Kantor Gubernur Sumbar, Kantor Telkom Padang, Bank Mandiri, Bank Indonesia, Bank BII, Bangunan tribun di ruang terbuka hijau Imam Bonjol (pada zaman belanda disebut Plan van Rome), Museum Adityawarman, pemberian nama museum tersebut dimaksudkan untuk mengenang Raja Adityawarman pendiri kerajaan Pagaruyuang pada abad ke 14. Bangunan bagonjong terbaru di Padang adalah BIM (Bandara Internasional Minangkabau) sebagai pintu gerbang bagi wisatawan yang berkunjung ke Minangkabau.
Untuk melihat bangunan tradisional dengan atap Gonjong gonjong atau rumah Gadang yang banyak menarik minat wisatawan nusantara dan mancanegara, kita harus mengunjungi daerah di luar kota Padang, antara lain; Perkampungan Minangkabau di Padang Panjang terletak 70 KM dari kota Padang, rumah adat Baanjuang di Bukit Tinggi terletak 92 KM dari kota Padang, serta replika bangunan Istana di Nagari Pagaruyuang, bangunan asli Istana tersebut pertamakali terbakar pada tahun 1804 dan dibangun kembali untuk melestarikan adat istiadat asli Minangkabau.

Gunung Padang tempat makam Siti Nurbaya.
Usaha masyarakat di kota Padang untuk tetap memelihara legenda Nampak cukup serius. Adanya makam Siti Nurbaya di atas gunung Padang dan patung Malin Kundang di tepi pantai Air manis sebelah selatan gunung Padang mengingatkan kita pada legenda daerah Minangkabau yang dikenal secara luas. Seperti kita ketahui Siti Nurbaya sebenarnya merupakan tokoh fiktif dalam ceritera Novel, namun tetap saja dibangun makamnya hingga seolah olah Siti Nurbaya pernah hidup di dunia. Gunung Padang sebenarnya hanya berupa ”bukit”, masyarakat Padang memang biasa menyebut bukit dengan istilah gunung. Gunung Padang menjorok kelaut sehingga menambah indahnya panorama kota Padang disebelah utara gunung Padang terdapat pantai di tepi jalan Samudra, pada pagi hari banyak warga yang melaksanakan olahraga jalan jalan sehat di tepii pantai tersebut. Sebagaian melakukan transaksi pembelian ikan segar langsung dari nelayan yang menyandarkan perahu kecil untuk menjajakan tangkapannya. Dipantai ini banyak kita jumpai anak anak kecil yang berenang di laut. Mereka nampak gembira sama sekali tidak takut dengan kemungkinan datangnya ombak besar.

Teluk Bayur
Apabila kita bandingkan dengan berbagai pelabuhan di Indonesia mulai dari Pelabuhan Malahayati Aceh sampai pelabuhan di Jayapura. Teluk Bayur merupakan salah satu teluk yang terindah di Nusantara. dibagian selatan teluk bayur banyak dijumpai warga yang memancing ikan, menikmati tenggelamnya matahari meskipun masih termasuk kota Padang suasana terasa sangat alami karena jalan raya di tepii garis pantai dibatasi laut dan hutan alam dengan berbagai satwa antara lain monyet yang nampak sangat akrab dengan manusia. Apabila kita menikmati jagung atau pisang bakar yang banyak dijual di tepi Teluk, harus waspada karena banyak monyet yang mendekat, secara naluriah monyet tersebut mengharap kedermawaan kita untuk memberikan sebagaian dari jagung bakar atau pisang bakar yang kita nikmati. Monyet monyet tersebut juga menawarkan atraksi bak pemain akrobat karena mereka bisa merangkak dengan santai melalui kabel telepon yang membentang di antara jajaran tiang di tepi jalan. Air di tepi teluk yang bertebing nampak biru jernih, dasar laut terlihat jelas dengan ikan ikan yang berenang kian kemari di antara tanaman laut dan karang, di kejauahan nampak kapal kapal niaga yang sedang berlabuh. Tak heran apabila keindahan teluk ini mengilhami Teti Kadi untuk melantunkan lagu berjudul “Teluk bayur” yang sangat terkenal di era 60an


Bangunan di tepi laut.
Sesuai letak geografis kota Padang yang memanjang di tepi laut, banyak bangunan berlokasi di pinggir pantai, antara lain salah satu hotel terkemuka di Padang. Lahan bangunan tersebut meliputi sebagaian area pantai. Pada kunjungan yang terakhir kali di Kota Padang, penulis memilih bermalam di salah satu hotel dengan pandangan langsung kelaut, seolah olah memiliki pantai secara khusus. Untuk menyalurkan keinginan tamu yang ingin berenang di laut tetapi takut dengan kemungkinan datangnya ombak besar, di antara bangunan hotel dan pasir pantai dibangun kolam renang air tawar. Sehingga sambil berenang di kolam renang air tawar, tamu hotel masih tetap dapat melihat sunset di laut.
Salah satu kampus yang dibangun langsung di tepi laut di Indonesia adalah kampus Universitas Bung Hatta Padang bagaian belakang kampus berbatasan langsung dengan pantai yang indah. Sehingga para mahasiswanya seharusnya tidak pernah stress, karena setiap saat dapat menikmati keindahan laut di belakang kampus. Jika berminat Mahasiswa bahkan dapat langsung bersantai di pasir dan berenang di laut apabila merasa jenuh dengan kegiatan ilmiah di kampus. Masyarakat Padang tidak perlu takut dengan kemungkinan bahaya Tsunami karena sudah direncanakan program “ Tsunami early warning system”, selain itu kota Padang terlindungi oleh kepulauan Metawai dari terpaan langsung ombak Samudra Hindia.
Angkutan Kota yang Unik
Siapapun yang sudah mengunjungi kota Padang dan ibu kota propinsi di kota lain Indonesia, pasti sepakat kalau penulis menyebutkan angkutan kota di kota Padang merupakan angkutan kota paling atraktif di Indonesia. Hampir semua Bis Kota dilengkapi asesoris yang aduhai ditambah lukisan warna warni iseluruh bodi mobil. Hingga mirip dengan kendaraan angkutan di dalam taman hiburan ”Disney land”. Sedang untuk minibus rata rata seluruh bodinya dipenuhi tulisan warna warni dan dilengkapi asesoris bak mobil balap. Bagaian dalamnyapun sangat menakjubkan. Penataan sound system dan interiornya bagaikan mobil mewah. tentu saja dengan dentuman music tersebut menyebabkan kita tak mungkin tertidur selama perjalanan keliling kota Padang.
ARTIKEL PENUNJANG.
Panorama indah antara kota Padang dan Padang pariaman.
Kota Padang sangat erat kaitannya dengan Padang Pariaman yang merupakan tetangga langsung kota Padang. Pada hari minggu banyak masyarakat dari kota Padang yang datang berlibur ke Pantai Cermin di Padang Pariaman dengan menggunakan Kereta api atau kendaraan pribadi. Yang sangat menarik dari pantai cermin adalah acara keagamaan dengan mengarak ”TABUIK” pada bulan tertentu, sebenarnya prosesi ini merupakan upacara khas masyarakat islam ”Syiah”, namun saat ini sudah bersifat umum sehingga sudah merupakan tradisi budaya di pantai Cermin. Pada hari libur dimanfaatkan sebagai ajang berkenalan dan bercengkrama bagi kaum remaja.
Di daerah Ulaan - Padang Pariaman, 60 Km dari kota Padang, terdapat makam Sultan Syeh Burhanudin. Gerbang dan Makam Syeh Burhanudin merupakan atap bergonjong. Pada tahun 1070 H beliau adalah orang pertama yang menyebarkan agama Islam di Minangkabau, setelah menuntut ilmu agama Islam selama 30 tahun di Aceh. Peran beliau dalam penyebaran agama Islam mirip dengan Wali Songo di pulau Jawa. Pada bulan Sapar ribuan umat Islam ”Sunni” dari segala penjuru Sumatera Barat datang berziarah, memadati kawasan makam ini.
Di kawasan ini kita dapat menikmati aneka masakan ikan laut, udang goreng. Pada umumnya pengunjung membeli untuk oleh oleh khas Ulaan, cara menggorengnyapun unik misal ikan pipih yang panjangnya sekitar 50 cm, lebar 3 cm dibentuk seperti spiral melingkar ditusuk dengan bambu diberi tepung kemudian digoreng. Menggoreng ”rempeyek” juga unik adonan tepung di tuangkan ke lempengan aluminium diameter 10 cm kemudian di beri udang atau ikan kecil, digoreng bersama cetakannya, setelah matang diangkat dari tempat penggorengan, rempeyek dipisahkan dari alas aluminium yang berfungsi sbg cetakan sehingga dihasilkan rempeyek yang tipis dan berbentuk bulat sempurna, rasanya gurih dan renyah.

Keindahan alam sepanjang perjalanan antara kota Padang dan Padang Pariaman sangat menawan. Panorama alam tersebut dapat kita nikmati secara lebih seksama apabila kita istirahat makan di salah satu kedai yang terletak di tepi jalan di kawasa Sicincin desa Kiambang. Sambil menikmat kelezatan “sate “ khas setempat yang kita kenal di Jawa dengan sebutan ”sate Padang”, atau sayur daun paku2an (pakis) dengan kuah santan dihidangkan bersama ketupat dan es kelapa muda, sambil sekaligus mengagumi keindahan panorama alam dengan latar belakang bukit barisan. Bentangan sawah nan subur sesuai dengan predikat daerah Minangkabau sebagai salah satu lumbung padi Nusantara di Zamrud katulistiwa (foto ). Tempat makan khas ikan air tawar seperti ikan Mujahir, Nila, Gurame dll juga dapat kita jumpai di antara kota Padang dan Padang Pariaman, ikan i segar langsung diambil dari kolam yang memang dibangun di halaman kedai.
Bagi para pecinta alam, muara sungai yang kita jumpai di sebelah utara kota Padang kearah Padang pariaman. Merupakan atraksi perpaduan yang indah antara muara sungai, delta sungai yang ditumbuhi tanaman kelapa dan bersandarnya kapal nelayan tradisional . kapal kapal tersebut tidak hanya memperhatikan segi fungsi dan kekuatan saja tetapi juga sangat memperhatikan estetika atau keindahan sehingga sangat sesuai untuk obyek fotografi.


Gagoek Hardiman.












selanjutnya......